Start: | Nov 13, '14 |
End: | Nov 24, '14 |
Location: | Campus |
Seperti namanya,
Lecturer Festival, adalah festival untuk para dosen dimana dosennya libur sedangkan mahasiswa mendapat beberapa kertas berisi seonggok pertanyaan yang bisa menyebabkan pusing, mual, nyesek, dan banyak hal lain yang tidak baik untuk kesehatan tubuh. Festival ini diadakan 4 kali setahun di semua universitas.
Tahun ini adalah festival terburuk buat gue karena banyaknya tanggung jawab yang harus dikerjakan, sementara persiapan untuk festival ini sangatlah minim. Bisa dikatakan bahwa sampai hari ini, semua soal gue kerjakan dengan keadaan 1/4 sadar. Di hari biasa aja energi udah terkuras abis buat ngerjain "kewajiban", berangkat kuliah dengan menggunakan energi cadangan (baca: semangat), dan pulang terkulai lemas menjadi seonggok jasad tak berdaya saat pulang ke rumah karena jauhnya jarak yang harus ditempuh. Apalagi saat ujian. Itulah sebabnya gue sangat membenci ujian combo, yaitu ujian berturut-turut tanpa jeda. Alhasil SISOP dan TEKKOM gue berantakan karena sebuah event konyol dari dalam tubuh, yaitu buyarnya konsentrasi di tengah ngerjain soal yang mengakibatkan tumpahnya semua materi yang udah dipelajari sampe lancar selancar2nya (saat belajar). Semua "kewajiban", beban nilai IPK, dan rutinitas monoton ini membuat gila - sumpah! Ngiri banget coy rasanya bisa ngekos dengan bebas kaya mahasiswa lainnya ( ´_ゝ`)
Andaikan bisa ngekos, mungkin nilai IPK bisa boosted yah karena gue lebih suka menyendiri membaca buku atau ngerjain soal2 daripada berbaur dengan orang lain. Tapi seiring datangnya kekuatan besar, datanglah tanggung jawab yang besar.
Great power comes with great responsibility.
Terkadang gue penasaran, kenapa Indonesia masih
menganut sistem penilaian angka, bukannya
keterampilan.
Seseorang adalah cerdas, bila mempunyai angka
yang tinggi pada transkrip laporan nilainya dan
orang tersebut mempunyai kesempatan lebih besar
untuk penempatan kerja di bidang apa saja.
Gak ada yang bilang gitu sih, tapi itu adalah semacam
peraturan tak tertulis yang berlaku di lingkungan
Indonesia ini. Peraturan ini paling sering berlaku saat
melamar pekerjaan, penempatan jabatan, dan
pemberian gaji. Semacam ada diskriminasi dalam
dunia tenaga kerja.. Mangkanya masih banyak praktek
jual-beli ijazah disebabkan peraturan konyol ini.
Padahal sih menurut gue ya, setiap orang berhak
mendapatkan pekerjaan asalkan orang tersebut bisa
bekerja sesuai dengan pekerjaan yang dipilihnya.
Mungkin yang sebenarnya gue cuma ingin semua beban ini menghilang dan kembalinya hidup saat menjadi seorang siswa SMP yang dipenuhi hari2 yang damai..