Saturday 22 November 2014

[FYI] 7 Cara Pemerintah Jepang Paksa Warganya Pindah dari Transportasi Pribadi ke Transportasi Publik


Sebagaimana yang udah diketahui orang banyak Jepang paling pantang, uhum bukan pantang sih sebenernya tapi lebih tepatnya lebih prefer memakai transportasi publik daripada transportasi pribadi. Tapi bukan karena emang orang sana yang gak kuat beli mobil -- you know lah mereka justru produsennya -- atau karena pendiktatoran pemerintahnya yang kalo gak nurut, mati! Bukan, bukan itu sebabnya.

Pemerintah Jepang secara prinsip gak membatasi atau melarang secara langsung kepada masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor baik mobil maupun sepeda motor berapapun jumlahnya. Jadi it's okay aja orang mau punya mobil berjibun banyaknya atau sepeda motor sampe rumahnya dijadiin garasi full. Walaupun begitu mereka punya cara tersendiri untuk paksa warganya menggunakan transportasi publik.

Pertama, sebelum punya kendaraan bermotor harus punya SIM dulu.
Di Jepang untuk memiliki SIM membutuhkan biaya 300.000 yen (untuk sekolah dan ujian mengemudi), biaya berbeda bagi orang asing yang mengambil sistem kirikae. Sistem kirikae itu sistem perpindahan SIM asli yang berlaku buat orang luar Jepang. Jadi SIM asli bisa disinkronkan ke SIM Jepang. Tapi jangan kira segampang itu loh! Pertama harus ngurus surat kepindahannya dulu. Terus surat2 itu harus disahkan Departemen Luar Negeri tempat negara asal. Habis itu di interogasi, uhuk kata2nya terlalu sadis ganti dikit jadi, interview. Belom selesai sampe di situ loh. Setelah itu tes fisik. Lalu tes tertulis. Terakhir baru deh tes mengemudi. Tes mengemudi justru yang paling susah. Sebagaimana peribahasa, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, tata cara mengemudi sesuai adat mereka tuh bedaaa jauh banget. Mulai dari nyalain lampu sein, liatin rambu, bahkan cara ngeliat jalanan dinilai juga! Sedikit aja salah, mesti ulang lagi dari proses awal.
Bagian terbaiknya dari sistem kirikae adalah gak boleh dijokiin dan gak ada joki untuk tes ini
Oh belom, belom selesai sampe di situ. SIM yang udah berhasil didapetin dengan darah dan air mata tersebut punya life point. Kena tilang, bayar denda plus potong point. Parkir sembarangan potong point. Terobos lampu merah & rambu jalanan potong point juga. Kalo point habis harus ngurus SIM lagi dari awal. Hahay mambay tekstil dah. Nikmat bener~

Kedua, masalah parkir.
Parkir sembarangan jelas kena denda (kena tilang juga, dan jangan lupakan potong point SIM ). Oh tapi tenang aja, parkir di pinggir jalan boleh kok tapi secara longitudinal pada ruas jalan tertentu. Batasan parkir maksimum bervariasi antara 15 menit sampai dengan 60 menit. Biayanya pun bervariasi mulai dari 300 yen (Rp 30.000) sekali parkir dan setelah waktu yang ditentukan mobil harus segera keluar dari tempat parkir tersebut. Kalo kelamaan, tilang! dan apaah..?? Yak, potong point SIM .
Untuk tempat parkir umum, kapasitas maksimumnya antara 10 sampai 30 kendaraan dan lokasi parkir ini untuk wilayah tertentu berjarak sekitar 700 meter antar tiap lokasi parkir, dengan biaya parkir mulai dari 800 yen per jam.
Selain itu sebagaimana diketahui, Jepang negara yang kecil dan lahan kosongnya dikit. Jadi parkir pake biaya bulanan, walaupun parkir di rumah sendiri. Katanya sih, biaya parkir di desa itu 3500 yen/bulan. Biaya parkir di kota besar 60.000 yen/bulan (di luar biaya apartemen/hotel). Pada gedung kantoran atau pemerintah di kota-kota besar seperti Tokyo, kapasitas parkir berkisar untuk 20 sampai dengan 40 kendaraan setara mobil sedan. Untuk bangunan gedung perniagaan berkisar antara 50 sampai 100 kendaraan dengan biaya sebesar 600 yen/jam atau jika di kurs ke rupiah sekitar Rp 60.000/jam (1 yen= Rp 100). Duit ini mesti dibayarin sebagai biaya bulanan kepemilikan kendaraan ke pemerintah.

Ketiga, biaya jalan tol.
Biaya tol di Jepang berlaku sama baik di kota Tokyo maupun kota lainnya yaitu sekitar 600 yen untuk jarak terdekat dan 3.000 yen untuk jarak terjauh. Gak terlalu ngenes lah...

Keempat, pelanggaran aturan berkendara.
Kalo melanggar aturan berkendara, pemerintah Jepang memberlakukan sanksi yang sangat ketat mulai dari sanksi teringan yaitu berupa denda sampai yang terberat yaitu hukuman kurungan.
Pelanggaran aturan parkir akan dikenakan denda 6.000 yen (Rp 600.000. Menelepon pada saat mengemudikan kendaraan dikenakan denda 6.000 yen. Pelanggaran terhadap rambu maupun lampu lalu-lintas dikenakan denda 15.000 yen.
Oh, dan jangan lupakan life pointmu, nak~

Kelima, kepengurusan BPKB dan STNK.
Kalo mau ngurus BPKB&STNK, pemilik kendaraan bermotor harus bisa nunjukin bukti bahwa telah memiliki tempat parkir untuk kendaraan yang akan dibelinya, atau telah melakukan sewa kontrak untuk parkir kendaraan yang lokasinya maksimum sejauh 2 km dari kediaman pemilik dengan biaya sewa sekitar 30.000 sampai 40.000 yen perbulan. Lokasi yang udah dibilangin itu dibuktiin langsung ama pejabat yang berwenang.
Nah kalo gitu kan coeg jadinya. Makanya kalo ada orang mau beli kendaraan bermotor baru maka mau gak mau harus menjual kendaraan yang lama atau apabila kendaraan tersebut tidak laku untuk dijual akan dilakukan pemusnahan (scrapping) melalui jasa layanan scrapping dengan biaya resmi mulai dari 70.000 sampai 150.000 Yen tergantung ukuran kendaraannya. Scrapping itu wajib loh.

Keenam, biaya BBM.
Di Jepang, harga BBM antara 155 yen (Rp 15.500) sampai 170 yen (Rp 17.000) tergantung jenisnya. Yaa macem Pertamax, Solar, Premium gitu lah.. Sebulan ada yang bisa keluarin duit sampe 10.000 yen (Rp 1.000.000) untuk bensin aja. Mantap!

Ketujuh, pajak kendaraan bermotor.
Pajak mobil pertahun untuk plat putih sekitar 30.000 yen. Shaken (Uji Emisi) per 2 atau 3 tahun untuk plat putih sekitar 150.000 yen. Lumayan buat jebolin kantong..

Kayaknya udah deh cukup segitu aja. Daripada tambah ngenes bacanya .
Kebayang kan gimana susahnya punya kendaraan bermotor di Jepang? Makanya kendaraan bermotor di sana cuma ada di desa yang emang susah transportasinya dan juga dipunyain para orang yang super kaya. Sebagai perbandingan, Jakarta populasi 10.000.000 orang memiliki 5.300.000 mobil pribadi. Tokyo populasi 13.000.000 orang hanya memiliki 3.100.000 mobil pribadi.

Uniknya lagi, di sana subsidi bukan ditujukan untuk BBM tapi untuk tiket transportasi publik! Untuk tiket kereta, tiket bis, dll. Makanya kalo di sana untungan pake transportasi publik terutama kereta. Selain murah cepet sampe di tujuan pulak! Wohoo. Selain itu transportasi publik di sana terawat banget. Bersih dan macem baru terus setiap harinya.

Andaikan Indonesia bisa mengadopsi cara Jepang ini ya. Bukan tentang BBM aja, tapi juga transportasi publiknya. Gak munafik, transportasi publik di Indonesia macem sampah aja gak kerawat. Bikin males naeknya. Harusnya ada pergantian angkot/bis setiap berapa bulan sekali gitu. Mobil yang udah gak kepake dihancurin. Semua biaya untuk itu udah termasuk di APBD. Cuma kan pengeluaran APBD dan APBN lebih sering masuk ke kantong sang tukang ngorok, tukang nonton bokep, dan tukang zina di toilet DPR yang ngakunya mewakili suara rakyat.

Pendapat gue, biang kemacetan tuh sebenernya mobil pribadi! Lebarnya ngambil space 1/2 jalan. Kebanyakan juga 1 mobil isinya 1 orang!! Padahal 1 mobil bisa muat 4-6 orang loh!! Bangsyat kagak tuh!! Demi gengsi! Demi dibilang horang kaya ke mana2 pake mobil terus. Direktur gak mau sedikitpun naek angkot! Never!! Mereka juga gak mau nebengin temennya atau pegawainya. Takut kotor mungkin mobilnya. Takut ketularan virus ebola. Takut ini dan takut itu. Tai kucing lah. Jadi ngeganggu orang lain, terutama orang yang mau berangkat kerja, sekolah, dan kuliah kayak gue. Makanya mestinya kepemilikan mobil harus dipersulit! Mulai dari SIM, STNK, BPKB, tempat parkir, dsb.

Udah cukup segitu aja deh kisahnya tentang Kisah Jepang Paksa Warganya Pindah dari Transportasi Pribadi ke Transportasi Publik. Gue juga udah laper, pengen makan dulu. ( ´_ゝ`)
Artikel gue ambil dari beberapa sumber.
Comments
0 Comments

No comments :

Post a Comment

Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan. Jangan ngajakin berantem, apalagi sok2an bawa pasukan demi berantem di komentar ^_^
Your comment will help me make better article for this blog :)